Rabu, 30 April 2014

RACUN PERSAUDARAAN

Bak bom di sore hari, waktu yang biasanya di isi dengan keceriaan anak-anak bersorak sorai bermain, tiba-tiba dikagetkan oleh seorang pria perawakan tinggi besar, kulit sawo matang dengan garangnya mencak-mencak di depan seorang ibu yang telah berumur paruh baya. Tak berselang waktu lama kemudian, pria kekar itu mengarahkan telunjuknya ke arah orang-orang yang ada di sekitarnya dengan wajah yang menunjukkan kemarahan, sembari mengeluarkan kata-kata yang sangat tidak nyaman di hati siapa pun yang ada saat itu, “ Bang ... (sensor) lu semua” ucapnya.  Usut punya usut, peristiwa sore itu tersulut akibat gossip yang tersebar. Merasa dirimya terdzolimi dengan pemberitaan miring tentang keluarganya, ia pun mencari biang keladinya.

Tak dapat disangkal, ghibah adalah bumbu yang paling laris di hampir setiap majelis. Ust. Das’ad, Seorang penceramah kondang asal Sidrap, mengumpamakan gibah ini dengan toge, jenis sayuran yang hampir ada di setiap makanan, bentuknya pun mirip dengan gibah, “bengkok, tidak ada yang lurus” katanya. Toge (baca: gibah) mudah didapatkan di mejelis ibu-ibu, bapak-bapak, remaja, ranjang pasutri, pelajar umum, pelajar ilmu syar’i, hingga di mejelis anak-anak yang gigi susunya belum terganti.

Abu Hurairah Radhiallahu anhu berkata, bahwasannya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “  Tahukah kalian apa ghibah itu?” mereka berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Beliau bersabda, “Engkau menyebutkan perkara tentang saudaramu yang tidak disukainya.” Seorang sahabat bertanya, “Bagaimana bila yang aku sebutkan benar-benar ada pada dirinya?” Beliau menjawab, “ Jika yang kau katakan benar ada pada dirinya, berarti engkau telah menggibahnya. Jika yang kau katakan tidak ada padanya, engkau telah berdusta tentangnya.” HR. Muslim

Sulit memang, karena telah terbiasa, membicarakan tentang ayat-ayat Allah, hadits-hadits yang mulia, sirah para anbiya dan Shalihin dan hal-hal yang bermanfaat lainnya, terasa kalah nikmatnya dari menyebutkan kejelekan dan kekurangan orang lain. Hati yang lalai akan sangat mudah diperdaya syetan. Meskipun, awalnya membahas pelajaran yang baru saja dikupas di dalam kelas, tanpa terasa alur pembicaraan mengarah pada kekurangan ustadz dalam menjelaskan, atau kesalahan teman dalam memahami pelajaran hingga menimbulkan kelucuan atau kekurangan lain. Memulai dengan pembicaraan akhlaqul karimah, berujung pembahasan kejelekan tetangga, kerabat dsb.

Gibah adalah penyakit komplikasi yang tergabung padanya dengki, hasad, kecemburuan, dusta, ghuluw , nifaq, egoisme dan lainnya. Sehingga, mampu membangun sebuah kekuatan, menjadi racun ganas atau ‘bom’ dahsyat yang mampu meluluh lantakan bangunan persaudaraan dan persatuan. Sangat potensial menyulut kemarahan, kebencian, pertikaian, pemutusan silaturrahim, pembunuhan dan perpecahan.

Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian saling membenci,  saling dengki, saling mendzolimi, saling memutuskan silaturrahim. Jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara. Tidaklah halal bagi seorang muslim menjauhi saudaranya lebih dari 3 hari.” Muttafaqun Alaihi

Betapa berhasilnya setan memperdaya manusia. Simaklah khabar dari Rasulullah, ketika beliau bersabda, “Sesungguhnya setan telah berputus asa untuk disembah oleh orang-orang yang shalat di jazirah Arab. Akan tetapi, ia menyebarkan hasutan di antara mereka.” HR muslim


Tidak ada aib bila kita membiasakan hal-hal yang baik untuk lidah kita. Tidak sulit membangun komitmen untuk menjauhi majelis toge (baca: gibah), atau membuat kesepakatan saat berkumpul untuk tidak memulai adat buruk itu. Karena kita semua ingin selamat dari fitnah dunia dan akhirat. Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar