RACUN PERSAUDARAAN
Bak
bom di sore hari, waktu yang biasanya di isi dengan keceriaan anak-anak
bersorak sorai bermain, tiba-tiba dikagetkan oleh seorang pria perawakan tinggi
besar, kulit sawo matang dengan garangnya mencak-mencak di depan seorang ibu yang
telah berumur paruh baya. Tak berselang waktu lama kemudian, pria kekar itu
mengarahkan telunjuknya ke arah orang-orang yang ada di sekitarnya dengan wajah
yang menunjukkan kemarahan, sembari mengeluarkan kata-kata yang sangat tidak
nyaman di hati siapa pun yang ada saat itu, “ Bang ... (sensor) lu
semua” ucapnya. Usut punya usut,
peristiwa sore itu tersulut akibat gossip yang tersebar. Merasa dirimya
terdzolimi dengan pemberitaan miring tentang keluarganya, ia pun mencari biang
keladinya.
Tak
dapat disangkal, ghibah adalah bumbu yang paling laris di hampir setiap
majelis. Ust. Das’ad, Seorang penceramah kondang asal Sidrap, mengumpamakan
gibah ini dengan toge, jenis sayuran yang hampir ada di setiap makanan,
bentuknya pun mirip dengan gibah, “bengkok, tidak ada yang lurus” katanya. Toge
(baca: gibah) mudah didapatkan di mejelis ibu-ibu, bapak-bapak, remaja, ranjang
pasutri, pelajar umum, pelajar ilmu syar’i, hingga di mejelis anak-anak yang
gigi susunya belum terganti.
Abu
Hurairah Radhiallahu anhu berkata, bahwasannya Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda, “ Tahukah
kalian apa ghibah itu?” mereka berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.”
Beliau bersabda, “Engkau menyebutkan perkara tentang saudaramu yang tidak
disukainya.” Seorang sahabat bertanya, “Bagaimana bila yang aku sebutkan
benar-benar ada pada dirinya?” Beliau menjawab, “ Jika yang kau katakan
benar ada pada dirinya, berarti engkau telah menggibahnya. Jika yang kau
katakan tidak ada padanya, engkau telah berdusta tentangnya.” HR. Muslim
Sulit
memang, karena telah terbiasa, membicarakan tentang ayat-ayat Allah,
hadits-hadits yang mulia, sirah para anbiya dan Shalihin dan hal-hal yang
bermanfaat lainnya, terasa kalah nikmatnya dari menyebutkan kejelekan dan
kekurangan orang lain. Hati yang lalai akan sangat mudah diperdaya syetan. Meskipun,
awalnya membahas pelajaran yang baru saja dikupas di dalam kelas, tanpa terasa
alur pembicaraan mengarah pada kekurangan ustadz dalam menjelaskan, atau
kesalahan teman dalam memahami pelajaran hingga menimbulkan kelucuan atau
kekurangan lain. Memulai dengan pembicaraan akhlaqul karimah, berujung
pembahasan kejelekan tetangga, kerabat dsb.
Gibah
adalah penyakit komplikasi yang tergabung padanya dengki, hasad, kecemburuan,
dusta, ghuluw , nifaq, egoisme dan lainnya. Sehingga, mampu membangun
sebuah kekuatan, menjadi racun ganas atau ‘bom’ dahsyat yang mampu meluluh
lantakan bangunan persaudaraan dan persatuan. Sangat potensial menyulut
kemarahan, kebencian, pertikaian, pemutusan silaturrahim, pembunuhan dan
perpecahan.
Rasulullah
shalallahu alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian saling
membenci, saling dengki, saling
mendzolimi, saling memutuskan silaturrahim. Jadilah hamba-hamba Allah yang
bersaudara. Tidaklah halal bagi seorang muslim menjauhi saudaranya lebih dari 3
hari.” Muttafaqun Alaihi
Betapa
berhasilnya setan memperdaya manusia. Simaklah khabar dari Rasulullah, ketika
beliau bersabda, “Sesungguhnya setan telah berputus asa untuk disembah oleh
orang-orang yang shalat di jazirah Arab. Akan tetapi, ia menyebarkan hasutan di
antara mereka.” HR muslim
Tidak
ada aib bila kita membiasakan hal-hal yang baik untuk lidah kita. Tidak sulit
membangun komitmen untuk menjauhi majelis toge (baca: gibah), atau
membuat kesepakatan saat berkumpul untuk tidak memulai adat buruk itu. Karena
kita semua ingin selamat dari fitnah dunia dan akhirat. Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar